Menjadi Intelektual Yang Ulama.

Libur dan Kendara

Libur tlah tiba. Libur tlah tiba. Libur tlah tiba. Horree… Ada yang masih ingat lagunya? Ya, lagu yang viral dibawakan Tasya Kamila di tahun 2000-an masih relevan hingga saat ini. Masa libur menjadi waktu yang dinanti-nanti berbagai pihak, tak terkecuali saya. Setelah berjibaku dengan rutinitas keseharian, libur menjadi masa yang mampu me-refresh dan me-recharge diri. Juga berkumpul lebih intens dengan orang-orang tersayang. Bahkan, di keluarga tertentu, liburan ini digunakan untuk bonding. Jalan-jalan ke tempat wisata, baik dalam maupun luar negeri; silaturahmi mengunjungi kerabat dekat hingga jauh; menyambangi yang masih bisa diajak jalan bersama hingga yang sudah tak dapat ke mana-mana karena Allah uji dengan sakitnya.

Bagi saya, berjalan baik di waktu libur maupun dalam balutan rutinitas merupakan sebuah anugerah yang tak bisa dikecap semua orang. Ada yang ingin, tapi tidak memiliki kesempatan. Ada yang memiliki kesempatan, tapi tidak ingin keluar rumah. Begitulah hidup dengan segala warna-warninya. Di masa liburan ini, saya dan keluarga diundang ke sebuah daerah bernama Parakan Muncang, Lewiliang Bogor. Cek peta, perjalanan sekitar 2 jam. Ternyata, perjalanan real kami 3 jam sampai di tujuan. Begitu pula pulangnya. Cek peta, perjalanan sekitar 2 jam-an.

Sore itu, kami diarahkan google map melewati jalan setapak yang hanya bisa dilalui satu mobil menuju jalan besar Parung Panjang-Bunar. Sekitar 2 km, kami melalui jalan yang sepi dan tanpa lampu jalan di kiri kanan. Tujuan kami, sesegera mungkin menemukan jalan besar. Sampai di jalan besar, kenyataan yang harus dihadapi adalah jalan yang patah-patah, berlubang, dipenuhi genangan dan debu. Ditambah lagi, kami konvoi dengan berpuluh truk besar pengangkut batu kali, split, dan pasir. Sebuah perjalanan yang berbeda dengan jalan berangkat kami di pagi hari.

Yang membuat menarik adalah jalan yang patah-patah, berlubang, dipenuhi genangan dan debu ini. Walau dengan kondisi seperti ini, masih banyak lalu lalang motor tanpa helm apalagi masker, berboncengan hingga 4 orang. Juga mobil-mobil lain yang “berkompetisi” berupaya menyalip dari kanan ke kiri, begitu pula sebaliknya. Sepanjang jalan, ibu saya bolak-balik istighfar. Sementara saya, mulai browsing. Dari kekayaan alamnya hingga sebutan jalur neraka, tersemat untuk sepanjang jalan ini. Subhanallah.

Menyikapi perjalanan dengan berbagai kondisi dan orang-orang yang juga melaluinya, sebenarnya bagaimana seharusnya perilaku kita sebagai manusia sekaligus pengguna kendara? Ada ayat Quran yang juga mengatur bagaimana seorang muslim berjalan di muka bumi, yaitu “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra ayat 37). Sombong di sini punya berbagai arti, termasuk di antaranya, jangan sampai kita sebagai pengguna jalan, menganggap jalan yang kita lalui sebagai “jalanan nenek moyang” kita. Jalanan yang bebas mau kita apakan saja, bagaimanakan saja. No.. no.. no. Jangan ya, Dek ya.

Selain itu, Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah memaparkan adab-adab berkendaraan yang perlu dipatuhi oleh seorang Muslim.  Pertama, niat yang baik. Seorang muslim ketika naik kendaraan atau menggunakan alat transportasi harus meniatkan diri untuk mencapai tujuan yang benar, di antaranya untuk menyambung tali silaturahim, mencari nafkah, ziarah karena Allah. Selain itu, juga berniat akan berlaku baik terhadap kendaraan yang dinaiki sesuai dengan syariat Allah SWT.

Kedua, mengakui nikmat Allah Ta’ala. Menurut ulama terkemuka itu, ketika sedang mengendarai kendaraan ataupun setelahnya hendaknya seorang hamba mengakui limpahan nikmat yang diberikan kepadanya. Sebab, berkat kendaraan yang dianugerahkan Allah SWT itu, seseorang bisa menghemat waktu dan tenaga untuk sampai ditujuan.

Ketiga, memilih kendaraan yang cocok untuk perjalanan. Ajaran Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kenyamanan. Karena itu, menurut Syekh as-Sayyid Nada,  seorang muslim hendaknya memilih kendaraan yang paling bermanfaat dan cocok untuk mencapai tujuan.

Keempat, mempersiapkan alat transportasi. Setiap muslim yang hendak bepergian hendaknya mempersiapkan alat transportasi yang akan digunakannya, jika kendaraan tersebut milik pribadi. Syekh as-Sayyid Nada menganjurkan agar sebelum digunakan, kendaraan diperiksa mesinnya, bahan bakarnya, onderdil-onderdilnya. Jika kendaraan itu berupa hewan tunggangan, hendaknya diperiksa kesehatan dan kekuatannya.

Kelima, doa berkendaraan.  Saat akan menaiki kendaraan, seorang Muslim tak boleh lupa berdoa. Hendaknya seseorang berdoa dengan zikir yang sahih dari Nabi SAW ketika menaiki kendaraan. Berikut doa ketika akan naik kendaraan: ‘’Segala puji bagi Allah, Maha Suci Zat yang telah menundukkan bagi kami kendaraan ini padahal sebelumnya kami tak dapat menguasainya. Sesungguhnya kepada Rabb-lah kami akan kembali.”

Begitulah Islam mengatur perjalanan kita. Semoga perjalanan kita menjadi lebih berkah dan menyesapkan tambahan pengetahuan serta keimanan. Pun dengan mengetahui hal di atas, kita mampu menjadi pengendara yang lebih bijak. Dalam setiap perjalanan yang kita lakukan, ada pula hak orang lain di dalamnya. Wallahu a’lam.

 

Glosarium

ken.da.ra /kêndara/

sesuatu yang dipakai untuk mengangkut orang atau barang (seperti kuda, kereta, mobil)

 

Referensi:

Alquran, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/04/06/onzgzg313-adab-berkendara

Derita Warga Parung Panjang, Berkubang di Jalan Rusak yang Tak Kunjung Diperbaiki – News Liputan6.com

Penampakan Horor Jalan Raya Sudamanik Parung Panjang Bogor di Musim Hujan, Becek, Rawan Kecelakaan – Radar Bogor

Jalur Neraka, Truk Tambang dan Janji-janji Palsu di Parung Panjang

Kecelakaan Libatkan Truk di Parung Panjang Bogor 30 Kasus, 12 Tewas

 

Leave a Reply